SULTHANAN
NASHIRA
(Kekuasaan
yang Menolong Buah Investasi Spritual)
Dan Katakanlah: "Ya
Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku
secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan
yang menolong (QS. Al-Isra’/17: 80).
Al-Qur’an
menyebut kata sulthan dengan berulang-ulang pada surat dan ayat yang
berbeda-beda dengan redaksi dan isyarat makna yang berbeda-beda pula. Rahib
Al-Ashfahani dalam kitabnya Mufradat li Alfazh al-Qur’an menjelaskan
bahwa kata tersebut secara umum mempunyai dua makna, yakni: pertama
kekuasaan, seperti yang terdapat dalam Surat an-Nahl/16: 99 dan 100,
al-Isra’/17: 33 dan 80, al-Qashash/28:
35 dan ar-Rahman/55: 33. Kedua bermakna hujjah suatu alasan
atau bukti mengenai kebenaran, seperti yang terdapat dalam Surat Ali Imran/3: 151, an-Nisa/4:
91, 144,dan 153, al-An’am/6: 81, al-‘Araaf/7: 33, al-Hajj/22: 71 dan ar-Rum/30: 35.
Tulisan ini
akan mengupas sedikit terminologi sulthan yang pertama, yakni sulthan
yang berarti kekuasaan seperti ayat yang dicantumkan di awal penulisan ini.
Untuk lebih memudahkan kajian ini, mari kita fokuskan pikiran pada dua
pertanyaan berikut. Pertama,
kekuasaan apa yang akan kita cari? Kedua, bagaimana cara memperolehnya?
Hakekat
Kekuasaan yang Menolong
Secara
sederhana apabila kita merefleksikan kekuasaan, maka kita akan temukan kekuasaan
yang menolong (sulthanan nashira), yang berarti lawannya adalah kekuasaan
yang mencelakakan. Selanjutnya jika kita
tidak mempunyai petunjuk-petunjuk yang benar, maka kita tidak akan dapat
membedakan kedua kekuasaan tersebut. Dengan demikian bisa jadi kita salah
mencari dan memilih kekuasaan itu. Karena itu banyak orang yang katanya memilih
kekuasaan yang menolong tapi ternyata justru kekuasaan yang dicari dan
dipilihnya itu mencelakakan dirinya sendiri.
Seperti
segolongan umat manusia yang bersekutu dengan iblis dan kejahatan. Mereka mencari
kekuasaan dengan meminta perlindungan kepada segolongan jin, lalu dengan
kekuasaan tersebut mereka dijerumuskan untuk melakukan perbuatan dosa dan
kesalahan (QS. 72:6). Dan akhirnya mereka hancur, tidak berdaya, tidak ada yang
bisa menyelamatkannya sebab perbuatan dosa dan kesalahan yang mereka lakukan (QS. 40: 31).
Kekuasaan yang
menolong secara hakiki adalah kekuasaan
atau kekuatan yang datangnya dari sisi Allah Swt., bukan sesuatu yang berupa fata
morgana (bayang-bayang) yakni hal yang tidak sebenarnya (QS. 17: 80). Kekuasaan yang menolong adalah kekuasaan yang
diperoleh dengan cara yang benar dan digunakan juga di jalan yang benar.
Kekuasaan tersebut dapat menjaga diri penyandangnya dari kejahatan-kejahatan musuh,
menahan diri dari perbuatan-perbuatan dosa dan juga dapat mendorongnya untuk
mengamalkan perbuatan yang benar dan lebih baik lagi.
Usaha
Mendapatkan Kekuasaan yang Menolong
Manusia
diperintahkan untuk berikhtiar yakni berusaha memilih pilihan diantara
opsi-opsi pilihan yang sudah disediakan oleh Allah Swt. Begitu juga kita diperintahkan untuk melilih kekuasaan-kekuasaan yang ada yang
sudah disediakan oleh Allah, yakni kekuasaan yang menolong atau kekuasaan yang
mencelakakan. Tentunya secara fitrah
dipastikan manusia akan memilih kekuasaan yang menolong, karena pada dasarnya
semua manusia ingin mencapai kebahagiaan dan ketenangan hidup, baik hidup di dunia
maupun kelak hidup di akhirat. Namun demikian realitanya mereka banyak yang
salah memilih kekuasaan dan seterusnya menyalahgunakannya sehingga kekuasaan
tersebut justru mencelakakan dirinya sendiri.
Ketetapan
Allah Swt. tentang kekuasaan sudah jelas dan tidak akan berubah. Kekuasaan yang
benar yang dapat menolong itu adalah milik Allah Swt. dan akan diberikan kepada hamba-hambanya yang
pantas untuk memikulnya. Kepantasan untuk dapat memikul kekuasaan Allah Swt.
tersebut, sunnatullahnya diberikan kepada mereka yang banyak melakukan isvestasi
spiritual dengan cara menjalankan perintah-perintah Allah dan menjahui
larangan-larangan-Nya secara total. Hal ini seperti yang digambarkan
pertolongan Allah kepada kaum Muhajirin dan Anshar di Madinah dari orang-orang
kafir (QS. 59: 2 – 9).
Selanjutnya
dalam teks hadis Qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah menjelaskan
sebagai berikut:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - :« إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى
لِى وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَىَّ عَبْدِى بِشَىْءٍ
أَحَبَّ إِلَىَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِى يَتَقَرَّبُ
إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى
يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ، وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا
وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى
لأُعِيذَنَّهُ - رواه البخاري
Dari Abu
Hurairah Ra. Bersabda; Rasulullah Saw. bersabda; Sesungguhnya Allah Swt.
berfirman; Siapa yang memusuhi
kekasih-Ku, maka sesungguhnya Aku telah mengumumkan genderang perang padanya. Dan
tidak ada sesuatu yang bisa menjadikan hamba-Ku dekat kepada-Ku yang lebih Aku cintai ketimbang sesuatu yang
sudah Aku wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku yang terus-menerus mendekatkan diri
kepada-Ku dengan cara menjalankan
ibadah-ibadah tambahan (sunnah) sehingga Aku mencintainya. Maka apabila Aku telah mencintainya, jadilah
Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang
dia gunakan untuk melihat, tangannya
yang dia gunakan untuk memukul, kakinya yang dia gunakan untuk berjalan. Dan
jika dia meminta kepada-Ku sungguh Aku akan memberinya, jika ia meminta perlindungan
kepada-Ku pastilah Aku akan melindunginya. (H. R. Bukhari).
Jelas bahwa
kekuasaan yang menolong adalah karunia Allah Swt. Siapa saja yang mendapatkannya pastilah ia
adalah seorang hamba pilihan-Nya yang
sudah menjadi satu diantara wal-wali-Nya. Mereka adalah orang-orang yang
tidak pernah bersedih dan tidak pernah pula khawatir dengan kehidupannya.
Mereka beriman dan bertakwa kepada Allah (QS. 10: 62 – 63). Tidak pernah
bersedih karena mereka tahu masa lalunya telah diisi dengan benar. Tidak pernah
khawatir dengan masa depannya karena masa depannya sudah jelas dalam asuransi
kebahagian yang hakiki yang diatur langsung oleh Pelindung dan Penjaminnya
yakni Allah Swt. Keyakinan mereka kuat dan
terus istiqmah menjalani
kehidupannya dengan syari’at yang benar (QS. 41: 30 – 32).
0 komentar:
Posting Komentar