RAHASIA DI BALIK
PUASA
(Enegi Bertahan
yang Dahsyat)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ
عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَتَّقُونَ
Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al-(Baqarah/2:183)
Setiap perintah
dalam syari’at Islam pasti bernilai manfaat dan manfaat tersebut akan kembali
pada pelakunya. Puasa merupakan pilar yang sangat penting dalam beragama. Ia
merupakan perintah yang masuk dalam rukun Islam. Maka apabila
saudara mau memulai untuk mengkaji dan merenungkan hal ihwal syari’at berpuasa,
tentu saudara tercengang sebab banyaknya hikmah yang tersimpan yang akan
kembali pada kita. Puasa adalah pintu ibadah yang bernilai setengah dari
kesabaran (al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din, Juz I, h. 231). Sementara kesabaran
merupakan kunci untuk mendapatkan kekuatan yang berlipat ganda (QS. 8: 55 – 66)
Kehidupan dunia
ini adalah sebuah permainan yang endingnya adalah kematian. Siapa
yang mau memenangkan permainan dunia maka ia harus beriman dan bertakwa (QS.
47:36). Beriman artinya ia mempunyai visi yang jauh dan benar.
Ia dapat melihat hakekat kebenaran di balik setiap realita kehiduapan. Dan
bertakwa artinya ia dapat mengejawantahkan hakekat kebenaran tersebut menjadi
missi kehidupannya, yakni menegakkan syai’at Islam dengan menjalankan semua
yang diperintahkan dan menjahui semua yang dilarang.
Dalam sebuah
permainan, pemain harus mengetahui kapan harus menyerang dan kapan harus
bertahan. Begitu juga dalam kehidupan dunia ini, kita sebagai pemain harus
mengetahui apa saja harus dikerjakan dan mengetahui apa saja yang harus
ditinggalkan. Kita harus terus maju berbuat sesuatu yang bermanfaat, dan di
sisi lain harus dapat menahan diri dari hal-hal yang akan mendatangkan
madharat.
Puasa hakekatnya
adalah pendidikan dan latihan untuk dapat mengatur diri supaya bisa menahan
diri kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak berguna dan dapat mencelakakan.
Al-Ghazali dalam kitabnya Bidayah al-Hidayah menegaskan bahwa
kesempurnaan puasa adalah dengan menahan semua anggota badan dari hal-hal yang
dibenci Allah Swt. Demikian jika kita tidak mau mendapatkan nilai puasa yang
hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga. Beberapa anggota badan kita yang
diperintahkan untuk bisa dijaga dari perbuatan-perbuatan yang dibenci oleh
Allah Swt. adalah sebagai berikut:
1. Lisan,
diperintahkan untuk dapat menahan diri dari uacapan-ucapan yang tidak dapat
memberikan manfaat bagimu apalagi yang dapat merusak pahala puasa, yakni;
bohong, ghibah, namimah dan sumpah palsu.
2. Telinga,
diperintahkan untuk dapat menahan diri dari mendengarkan apa-apa yang dilarang
oleh Allah Swt. Karena orang yang mendengarkan itu sama dengan yang
berkata-kata yaksi satu diantara dua orang yang melakukan perbuatan ghibah.
3. Mata, diperintahkan
untuk tidak melihat sesuatu yang menimbulkan keinginan-keinginan buruk.
4. Begitu juga yang
lain-lainnya, seperti perut, kemaluan, tangan dan kaki ditahan
supaya dapat meninggalkan perbuatan maksiat.
Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. dinyatkan bahwa “Puasa merupakan
perisai, sebab itu apabila ada diantara kalian yang berpuasa, maka tidak boleh
berkata-kata jorok, berbuat fasik dan berlaku bodoh. Bila ada yang mengajak
berantam atau bertengkar mulut, maka katakan bahwa saya adalah orang yang
berpuasa” (Muttafaq alaih)
Selanjutnya Al-Ghazali yang
dikenal sebagai Hujjah al-Islam menegaskan dalam kitabnya Ihya
Ulumuddin (Juz I, hlm. 234) bahwa nilai atau kualitas puasa seseorang
itu dapat dikategorikan dalam tiga tingkatan:
1. Puasa umum, yakni
puasa yang hanya dapat menahan diri untuk tidak menuruti keinginan-keinginan
yang berurusan dengan perut dan kemaluan.
2. Puasa khusus,
yakni puasa yang dapat menahan pendengan, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan
anggota-anggota tubuh lainnya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah
dan Rasulnya.
3. Puasa khusus
al-khusus, yakni puasa hati dan pikiran. Hati orang yang berpuasa dalam derajat
ini dapat melupakan dunia, dan meninggalkan pikiran-pikiran yang bersifat
duniawi. Hal dunia yang masih difikirkan adalah dunia yang dapat memberikan
manfaat untuk menegakkan agamanya, karena yang demikian itu merupakan bagian
dari bekal atau investasi akhirat.
Apabila kita teliti terus lalu
kita fahami secara mendalam dalam sudut pandang keberhasilan manusia untuk
memperoleh hakekat kebahagiaan, maka puasa merupakan strategi dan cara
bertahan yang luar biasa dalam melangsungkan usaha dan permainan dari
berbagai sergapan dan ancaman musuh. Dalam berbagai permainan strategi
bertahan sangat diperlukan, sebab bagaimanapun kita pandai
melakukan aksi penyerangan tanpa adanya pertahanan yang kokoh ujungnya bisa
jadi kalah. Berbuat yang bermanfaat dan menahan diri dari hal yang mencelakakan
keduanya sangat diperlukan dalam mencapai sukses dunia dan akhirat (QS. 3: 104)