Jumat, 21 Juni 2013

RAHASIA DI BALIK PUASA (Enegi Bertahan yang Dahsyat)


RAHASIA DI BALIK PUASA
(Enegi Bertahan yang Dahsyat)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al-(Baqarah/2:183)
Setiap perintah dalam syari’at Islam pasti bernilai manfaat dan manfaat tersebut akan kembali pada pelakunya. Puasa merupakan pilar yang sangat penting dalam beragama. Ia merupakan perintah yang masuk dalam rukun Islam.  Maka apabila saudara mau memulai untuk mengkaji dan merenungkan hal ihwal syari’at berpuasa, tentu saudara tercengang sebab banyaknya hikmah yang tersimpan yang akan kembali pada kita. Puasa adalah pintu ibadah yang bernilai setengah dari kesabaran (al-Ghazali, Ihya Ulum ad-Din, Juz I, h. 231). Sementara kesabaran merupakan kunci untuk mendapatkan kekuatan yang berlipat ganda (QS. 8: 55 – 66)
Kehidupan dunia ini adalah sebuah permainan yang endingnya adalah kematian. Siapa yang mau memenangkan permainan dunia maka ia harus beriman dan bertakwa (QS. 47:36). Beriman artinya ia mempunyai visi yang jauh dan benar. Ia dapat melihat hakekat kebenaran di balik setiap realita kehiduapan. Dan bertakwa artinya ia dapat mengejawantahkan hakekat kebenaran tersebut menjadi missi kehidupannya, yakni menegakkan syai’at Islam dengan menjalankan semua yang diperintahkan dan menjahui semua yang dilarang.
Dalam sebuah permainan, pemain harus mengetahui kapan harus menyerang dan kapan harus bertahan. Begitu juga dalam kehidupan dunia ini, kita sebagai pemain harus mengetahui apa saja harus dikerjakan dan mengetahui apa saja yang harus ditinggalkan. Kita harus terus maju berbuat sesuatu yang bermanfaat, dan di sisi lain harus dapat menahan diri dari hal-hal yang akan mendatangkan madharat.
Puasa hakekatnya adalah pendidikan dan latihan untuk dapat mengatur diri supaya bisa menahan diri kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak berguna dan dapat mencelakakan. Al-Ghazali dalam kitabnya Bidayah al-Hidayah menegaskan bahwa kesempurnaan puasa adalah dengan menahan semua anggota badan dari hal-hal yang dibenci Allah Swt. Demikian jika kita tidak mau mendapatkan nilai puasa yang hanya mendapatkan rasa lapar dan dahaga. Beberapa anggota badan kita yang diperintahkan untuk bisa dijaga dari perbuatan-perbuatan yang dibenci oleh Allah Swt. adalah sebagai berikut:
1.        Lisan, diperintahkan untuk dapat menahan diri dari uacapan-ucapan yang tidak dapat memberikan manfaat bagimu apalagi yang dapat merusak pahala puasa, yakni; bohong, ghibah, namimah dan sumpah palsu.
2.        Telinga, diperintahkan untuk dapat menahan diri dari mendengarkan apa-apa yang dilarang oleh Allah Swt. Karena orang yang mendengarkan itu sama dengan yang berkata-kata yaksi satu diantara dua orang yang melakukan perbuatan ghibah.
3.        Mata, diperintahkan untuk tidak melihat sesuatu yang menimbulkan keinginan-keinginan buruk.
4.        Begitu juga yang lain-lainnya, seperti perut,  kemaluan, tangan dan kaki ditahan supaya dapat meninggalkan perbuatan maksiat.
Dalam sebuah hadis Rasulullah Saw. dinyatkan bahwa “Puasa merupakan perisai, sebab itu apabila ada diantara kalian yang berpuasa, maka tidak boleh berkata-kata jorok, berbuat fasik dan berlaku bodoh. Bila ada yang mengajak berantam atau bertengkar mulut, maka katakan bahwa saya adalah orang yang berpuasa” (Muttafaq alaih)
Selanjutnya Al-Ghazali yang dikenal sebagai Hujjah al-Islam menegaskan dalam kitabnya Ihya Ulumuddin (Juz I, hlm. 234) bahwa nilai atau kualitas puasa seseorang itu dapat dikategorikan dalam tiga tingkatan:
1.        Puasa umum, yakni puasa yang hanya dapat menahan diri untuk tidak menuruti keinginan-keinginan yang  berurusan dengan perut dan kemaluan.
2.        Puasa khusus, yakni puasa yang dapat menahan pendengan, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan anggota-anggota tubuh lainnya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah dan Rasulnya.
3.        Puasa khusus al-khusus, yakni puasa hati dan pikiran. Hati orang yang berpuasa dalam derajat ini dapat melupakan dunia, dan meninggalkan pikiran-pikiran yang bersifat duniawi. Hal dunia yang masih difikirkan adalah dunia yang dapat memberikan manfaat untuk menegakkan agamanya, karena yang demikian itu merupakan bagian dari bekal atau investasi akhirat.
Apabila kita teliti terus lalu kita fahami secara mendalam dalam sudut pandang keberhasilan manusia untuk memperoleh hakekat kebahagiaan, maka puasa merupakan strategi dan cara bertahan yang luar biasa dalam melangsungkan usaha dan permainan dari berbagai sergapan dan ancaman musuh. Dalam berbagai permainan strategi bertahan  sangat diperlukan, sebab bagaimanapun kita pandai melakukan aksi penyerangan tanpa adanya pertahanan yang kokoh ujungnya bisa jadi kalah. Berbuat yang bermanfaat dan menahan diri dari hal yang mencelakakan keduanya sangat diperlukan dalam mencapai sukses dunia dan akhirat (QS. 3: 104)

0 komentar:

Posting Komentar