IKHLAS
(Kajian
Al-Qur’an dengan pendekatan teori Motivasi)
Menurut bahasa Ikhlas berarti membersihkan sesuatu. Al-Qusyairy
menegaskan bahwa Ikhlas adalah menyengaja melakukan ketaatan hanya karena Allah
dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya. Keikhlasan
dinyatakan dengan niat, dalam semua perkataan, perbuatan dan sikap, baik
bersifat lahir maupun batin. Niat harus dilakukan di awal dan terus dihadirkan
sepanjang kegiatan sampai berakhirnya kegiatan tersebut. Jika terjadi
penyimpangan atau perpindahan niat sebelum berakhirnya kegiatan, maka harus
segera diluruskan dengan cara memperbaharuinya kembali. Imam Asy-Syuyuti dalam
kitab tafsirnya menjelaskan bahwa Ikhlas itu tidak akan bisa ditanamkan dalam
jiwa seseorang tanpa dengan niat.
Niat yang ikhlas yang terdapat dalam diri seseorang dalam menjalankan tugas
kemanusiaanya sebagai hamba Allah Swt. merupakan bukti adanya kekuatan
spiritual yang terdapat di dalam dirinya. Kekuatan tersebut akan berubah
menjadi bahan energi yang dahsyat dan tidak akan pernah habis lagi tidak
terkalahkan ketika dihadapkan pada berbagai tantangan dalam setiap mengemban
tugas seberat apa pun. Kenapa? Karena orang yang ikhlas diback up dan dijamin
langsung oleh Dzat Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu (QS. 15: 39 – 42, 38: 82
– 84).
Menurut sudut pandang teori psikologi, niat dalam kaitannya dengan
perbuatan seseorang disejajarkan dengan teori motivasi, yakni An internal
condition that appears by inference to initiate, activate, or
maintain goal-directed behavior (suatu kondisi internal yang muncul untuk
berinisiative, beraktivitas atau menjaga konsistensi kegiatan yang langsung
berkaitan dengan tujuan). Motivasi sebagai
pemicu, penggerak, dan penyemangat dalam melakukan suatu pekerjaan tentunya
tidak akan lepas dari kebutuhan pelakunya. Berdasarkan kesadaran akan kebutuhan
diri inilah kuat tidaknya motivasi seseorang akan terbentuk.
Seseorang yang kesadaran dirinya akan kebutuhan baru dalam pencapaian
kebutuhan fisik akan berbeda nilai motivasi yang dimilikinya dengan orang yang
kesadaran dirinya dalam pemenuhan kebutuhan sudah mencapai tingkat aktualisasi
diri (Maslow’s Theory of motivation). Selanjutnya apabila kita komparasikan
dengan teori kebutuhan dalam perspektif Islam dalam hubungannya dengan niat
seseorang yang kesadaran dirinya akan kebutuhan baru dalam pencpaian kebutuhan
jasmani yang bersifat duniawi jelas akan berbeda nilainya dengan orang yang
kesadaran dirinya sudah mencapai kebutuhan ruhani yang visinya mencapai
kehidupan sesudah kematian.
Niat yang ikhlas adalah pemicu, penggerak dan penyemangat dalam melakukan
sesuatu yang didasari oleh nilai-nilai ketauhidan yang murni.
Akibatnya si pelaku mempunyai pendirian yang kokoh dalam menyelesaikan
pekerjaannya, dan siapa pun tidak akan dapat membelokkannya di tengah jalan.
Visinya jelas mencapai ridha Allah Swt. Dan misinya juga jelas menjalankan
syariat-Nya. Jalannya pun lurus, terus tanpa henti menuju hakekat kebahagiaan
yang abadi.
اللَّهُمَّ بِعِلْمِكَ الْغَيْبَ وَقُدْرَتِكَ عَلَى الْخَلْقِ أَحْيِنِي مَا
عَلِمْتَ الْحَيَاةَ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا عَلِمْتَ الْوَفَاةَ خَيْرًا
لِي وَأَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فِي الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ وَكَلِمَةَ الْإِخْلَاصِ فِي الرِّضَا وَالْغَضَبِ وَأَسْأَلُكَ نَعِيمًا لَا يَنْفَدُ وَقُرَّةَ
عَيْنٍ لَا تَنْقَطِعُ وَأَسْأَلُكَ الرِّضَاءَ بِالْقَضَاءِ وَبَرْدَ الْعَيْشِ
بَعْدَ الْمَوْتِ وَلَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ وَفِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ اللَّهُمَّ
زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْإِيمَانِ وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ
Artinya:
Ya Allah…, dengan ilmu-Mu terhadap yang ghaib, kuasa-Mu terhadap apa yang
Kau Ciptakan. Hidupkan aku, pada apa yang Engkau ketahui ada kebaikan pada
kehidupan bagiku. Wafatkan aku, apabila Engkau ketahui pada kematian itu
terdapat kebaikan bagiku. Aku minta kepada-Mu untuk dapat takut kepada-Mu dalam
urusan yang ghaib dan yang nyata. Aku minta kepadamu kalimat al-Ikhlas (tetap
dalam ketauhidan) dalam keadaan yang rela dan marah.
Aku mohon kepada-Mu kenikmatan yang dak habis, ketentraman hati yang tak
terputus. Aku mohon keridhaan kepada-Mu dengan putusan-putusan takdir-Mu,
sejuknya kehidupan sesudah kematian, indahnya perasaan hamba dalam memandang
wajah-Mu, dan keriduan yang mendalam untuk bersua dengan-Mu. Aku berlindung
kepada-Mu dari malapetaka yang membahayakan, dan fitnah yang menyesatkan. Ya Allah … hiasi
kami dengan kelezatan iman dan berikan petunjuk kepada kami sebagaimana hidayah
yang diberikan kepada orang-orang yang mendapat petunjuk.
0 komentar:
Posting Komentar